Senin, 03 Desember 2007

Anomali Hukum

Anomali Hukum

Kejadian sekitar dua hari yang lalu. Hari itu, mentari masih malu-malu menampakkan kemilau cahayanya. Saya sendiri masih asyik berkelana di alam mimpi.
Namun, suara HP di samping tempat tidur memaksa saya untuk kembali ke dunia fana. Dengan terkantuk kantuk, saya membuka layar HP. Rupanya sms dari seorang teman. Isinya cukup panjang. Bunyinya kira kira seperti ini "Assalamualaikum Borneonews. Kata Bupati, Pemkab Kobar akan terus melakukan penertiban terhadap kendaraan bermotor plat non-KH yang beroperasi di wilayah ini. Bagaimana dengan mobil 'x' (milik salah seorang pejabat tinggi di Kobar dengan plat non KH).
Sejenak, saya tertegun. Apa yang disampaikan teman tadi ada benarnya. Apalagi mobil yang dimaksud memang sudah lama menggunakan plat non KH dan sepengetahuan saya sampai sekarang belum dialihkan menjadi plat KH.
Padahal, berdasarkan Perda Nomor 2 tahun 2001 tentang Plat Non-KH telah mewajibkan kendaraan plat non KH yang sudah lebih tiga bulan beroperasi di Kalteng untuk memutasi kendaraan ke plat KH. Jika tidak dilakukan, maka terancam sanksi membayar denda Rp25 juta atau kurungan selama tiga bulan.
Saya jadi berpikir. Rasanya mustahil pejabat yang bersangkutan tidak tahu dengan aturan tersebut. Sebab, kebijakan tersebut berasal dari pemerintah. Dan pejabat bersangkutan merupakan komponen (bagian) dari pemerintah daerah. Jika prediksi ini benar, berarti pejabat bersangkutan telah secara sadar sengaja melanggar aturan. Di sisi lain, petugas yang berwenang tidak berani menindak meski pejabat bersangkutan terbukti salah. Alasannya sederhana. Mobil itu, milik pejabat yang berkuasa. Jika demikian faktanya, maka hal ini hanya akan semakin menguatkan persepsi bahwa sebuah aturan hukum/kebijakan hanya berlaku bagi rakyat biasa. Ketika rakyat melakukan kesalahan, maka hukum akan ditegakkan tanpa ampun. Sebaliknya, jika yang melanggar aturan seorang pejabat, maka akan dipikir seribu kali. Hasilnya bisa ditebak. Pejabat bersangkutan lolos dari jeratan hukum dengan mulus.
Contoh sederhana kasus pengembalian empat mobil dinas anggota DPRD Kobar periode 1994-1999 yang sampai saat ini tidak diketahui rimbanya.
Padahal, Pemkab Kobar sudah berkali kali melayangkan surat permintaan pengembalian aset daerah kepada para mantan penjabat tersebut. Berkali kali pula para mantan pejabat tersebut menolak permintaan tersebut. Tidak secara vulgar memang. Namun, ditunjukkan lewat sikap teguh pendirian dengan tidak mengembalikan mobil itu sampai sekarang.
Anehnya, berkali kali juga pemerintah melempem dan tak kuasa menghadapi penolakan tersebut.
Kalau terhadap mantan pejabat saja pemerintah tak sanggup untuk bersikap tegas, bagaimana dengan pejabat yang masih aktif ? Mungkin lebih tidak tegas lagi.
Sayangnya, fenomena ini tidak hanya terjadi di Kobar. Namun, sudah menjadi konsensi (kesepakatan) secara nasional. Walhasil, pemerintah seakan akan mendapat legitimasi atas kesalahan yang dilakukan.
Mungkin ini yang menjadi penyebab pemerintah bersikap 'tenang tenang saja' sampai sekarang.
Tanpa disadari, tindakan itu justru semakin melanggengkan praktek anomali (penyimpangan) hukum yang sudah kronis.
Di sisi lain, masyarakat kita semakin kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah.
Karena setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, tidak akan lansung ditelan mentah mentah seperti pada era orde baru.
Lihat saja, setiap kebijakan (meskipun menurut pemerintah baik) selalu menuai kontroversi. Sebut saja rencana pembangunan Pangkalan Bun Park, bantuan haji atau persoalan lain yang menimbulkan pro kontra di masyarakat.
Jika praktek anomali hukum terus berlangsung, maka hal itu hanya akan merugikan pemerintah. Perlahan tapi pasti, masyarakat akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah.
Pada akhirnya, setiap kebijakan yang diterapkan kepada masyarakat tidak akan berjalan efektif dan dipandang sebelah mata.
Untuk itu, sudah saat pemerintah menunjukkan komitmen untuk menegakkan aturan hukum tanpa pandang bulu.
Tidak sekedar wacana, melainkan ditunjukkan dengan sebuah bukti nyata. Apakah Bupati dapat menepati komitmennya dalam menertibkan plat non KH? kita tunggu saja.
Andri Saputra
Jurnalis, tinggal di Pangkalan Bun.
Kolom Mimbar, Borneonews/3/12/2007

Tidak ada komentar: