Senin, 31 Desember 2007

pesta kembang api

MIMBAR :

MENGGADAIKAN KEBENARAN

Ada pepatah yang mengatakan uang adalah segala-galanya.
Meski masih dapat diperdebatkan, dalam beberapa hal pepatah ini menemukan realitasnya.
Dengan uang, segala hal dapat dibeli. Mulai dari rumah, perhiasan, jabatan sampai kekuasaan sekalipun akan mudah diraih asalkan ada uang.
Begitu besar kekuasaannya, ia mampu membeli nilai-nilai kehidup kebenaran dapat di beli.

Kejadiannya tak sengaja. Sebermula dari keinginan penulis untuk meminta pendapat dari pakar/ahli ekonomi mengenai prediksi ekonomi Kobar pada 2008. Setelah tanya sana-sini, akhirnya penulis putuskan untuk mewawancarai salah seorang dosen yang katanya kapabel di bidang ekonomi. Singkat cerita, akhirnya penulis bertemu dengan dosen tersebut. Usai sedikit berbasa basi, penulis mengutarakan maksud kedatangan untuk wawancara. Mendengar permintaan itu, si dosen meminta kepada penulis untuk wawancara langsung dengan ketua yayasan institusi itu. Awalnya penulis menolak dan mengira si dosen salah paham. Kemudian penulis kembali menjelaskan topik yang ingin dibicarakan seputar masalah ekonomi dan tidak ada sangkut-pautnya dengan keberadaan institusi tersebut.
Namun, jawaban sang dosen sungguh di luar dugaan. Dengan entengnya dia mengatakan "Jangan sama saya mas. Langsung dengan ketua yayasan (menyebut salah seorang pejabat tinggi di daerah ini). Saya nggak enak. Soalnya dulu pernah kena marah (ketua yayasan) gara gara wawancara," ujarnya.
Belum hilang keterkejutan penulis, si dosen kembali berpesan agar wawancara nanti dikaitkan dengan program revitalisasi perkebunan yang menurut dia bagus.
Walhasil, wawancara hari itu gagal total. Namun, sebuah fakta menyedihkan terkuak.
Sebuah fakta yang menunjukkan institusi pendidikan tinggi/universitas tidak lagi menjadi tempat bagi para pencari kebenaran.
Melainkan telah tunduk pada uang dan kekuasaan.
Lihat saja, si dosen menolak untuk wawancara hanya karena takut kritik yang disampaikan tidak sesuai dengan keinginan sang atasan.
Sebab, kalau sampai atasan marah, dapat dipastikan si dosen akan kehilangan posisi atau mungkin langsung dipecat.
Bagi si dosen, mengamankan jabatan adalah nomor satu.
Apapun dilakukan. Termasuk menutupi kebenaran hanya demi mempertahankan kursi jabatan.
Penulis sendiri tak pernah tahu apa yang menjadi alasan si dosen sampai mengatakan program revitalisasi perkebunan dinilai bagus.
Dari sisi mana si dosen menilai hal tersebut? Apakah benar benar objektif berdasarkan kajian/riset ilmiah? Ataukah hanya sekedar ingin menyenangkan sang atasan yang kebetulan sedang menjalankan program itu?
Di sisi lain, kritik untuk menyampaikan kebenaran menjadi nomor sekian.
Sekiranya akan mendatangkan keuntungan dan tidak bersinggungan langsung dengan atasan, maka hal itu akan disampaikan dengan lantang.
Sebaliknya, jika kritik itu dianggap membahayakan jabatan, maka lebih baik tak usah disampaikan.

Sungguh ironis. Dalam sebuah institusi pendidikan tinggi yang dikenal mengagungkan kejujuran dan kebenaran intelektual justru muncul praktek-praktek yang menodai kebenaran itu sendiri.
Jika hal ini terus terjadi, kita tak usah berharap banyak akan lahir generasi penerus yang kritis, idealis dan jujur. Tak perlu bermimpi dari tangan-tangan generasi berikutnya akan lahir sosok-sosok pejuang yang akan membawa bangsa ini kepada kemajuan.
Karena yang lahir hanyalah generasi pragmatis. Yang lebih mementingkan urusan perut ketimbang memikirkan nasib bangsa ke depan.
Terdengar idealis memang. Tapi, itulah realitas yang menimpa bangsa ini. Menggadaikan kebenaran demi setumpuk uang dan kekuasaan.
Sebagai penutup, penulis berharap apa yang menimpa dosen tadi sifatnya hanya kasuistik dan tidak merata secara keseluruhan.
Penulis yakin, di tengah tengah kehidupan yang serba materialistis seperti sekarang ini, masih ada sosok-sosok intelektual yang tetap memegah teguh kebenaran, tak tergiur oleh lembaran rupiah dan syahwat kekuasaan.
Sosok yang mampu memberikan petunjuk dan pencerahan kepada masyarakat.
Ibarat seperti lampu mercu suar yang memberikan peringatan kepada kapal agar tidak menabrak daratan dan selamat di perjalanan.
Wallahualam.

Andri Saputra
Wartawan Borneonews

1 komentar:

t!cKa mengatakan...

kerja dimana mas?
Borneo news atau kalteng pos?
pbun sebelah mana?

http://riztka.blogspot.com